Dahulu
kala, di kaki sebuah gunung di daerah Bengkulu hiduplah seorang wanita
tua dengan tiga orang anaknya. Mereka sangat miskin dan hidup hanya
dari penjualan hasil kebunnya yang sangat sempit. Pada suatu hari
perempuan tua itu sakit keras.Orang
pintar di desanya itu meramalkan bahwa wanita itu akan tetap sakit
apabila tidak diberikan obat khusus. Obatnya adalah daun-daunan hutan
yang dimasak dengan bara gaib dari puncak gunung.
Alangkah
sedihnya keluarga tersebut demi mengetahui kenyataan itu. Persoalannya
adalah bara dari puncak gunung itu konon dijaga oleh seekor ular gaib.
Menurut cerita penduduk desa itu, ular tersebut akan memangsa siapa
saja yang mencoba mendekati puncak gunung itu.Diantara
ketiga anak perempuan ibu tua itu, hanya si bungsu yang menyanggupi
persyaratan tersebut. Dengan perasaan takut ia mendaki gunung kediaman
si Ular n'Daung. Benar seperti cerita orang, tempat kediaman ular ini
sangatlah menyeramkan. Pohon-pohon sekitar gua itu besar dan berlumut.
Daun-daunnya menutupi sinar matahari sehingga tempat tersebut menjadi
temaram.
Belum
habis rasa khawatir si Bungsu, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dan
raungan yang keras. Tanah bergetar. Inilah pertanda si Ular n'Daung
mendekati gua kediamannya. Mata ular tersebut menyorot tajam dan
lidahnya menjulur-julur. Dengan sangat ketakutan si Bungsu mendekatinya
dan berkata, "Ular yang keramat, berilah saya sebutir bara gaib guna
memasak obat untuk ibuku yang sakit. Tanpa diduga, ular itu menjawab
dengan ramahnya, "bara itu akan kuberikan kalau engkau bersedia menjadi
isteriku!" Si Bungsu menduga bahwa perkataan ular ini hanyalah untuk
mengujinya. Maka iapun menyanggupinya.
Keesokan
harinya setelah ia membawa bara api pulang, ia pun menepati janjinya
pada Ular n'Daung. Ia kembali ke gua puncak gunung untuk diperisteri si
ular. Alangkah terkejutnya si bungsu menyaksikan kejadian ajaib. Yaitu,
pada malam harinya, ternyata ular itu berubah menjadi seorang ksatria
tampan bernama Pangeran Abdul Rahman Alamsjah. Pada pagi harinya ia
akan kembali menjadi ular. Hal itu disebabkan oleh karena ia disihir
oleh pamannya menjadi ular. Pamannya tersebut menghendaki kedudukannya
sebagai calon raja.
Setelah
kepergian si bungsu, ibunya menjadi sehat dan hidup dengan kedua
kakaknya yang sirik. Mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dengan si
Bungsu. Maka merekapun berangkat ke puncak gunung. Mereka tiba di sana
diwaktu malam hari. Alangkah kagetnya mereka ketika mereka mengintip
bukan ular yang dilihatnya tetapi lelaki tampan. Timbul perasaan iri
dalam diri mereka. Mereka ingin memfitnah adiknya.
Mereka
mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu. Mereka membakar
kulit ular tersebut. Mereka mengira dengan demikian ksatria itu akan
marah dan mengusir adiknya itu. Tetapi yang terjadi justru
kebalikannya. Dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak
sengaja mereka membebaskan pangeran itu dari kutukan.
Ketika
menemukan kulit ular itu terbakar, pangeran menjadi sangat gembira. Ia
berlari dan memeluk si Bungsu. Di ceritakannya bahwa sihir pamannya itu
akan sirna kalau ada orang yang secara suka rela membakar kulit ular
itu.
Kemudian, si Ular n'Daung yang sudah selamanya menjadi Pangeran Alamsjah memboyong si Bungsu ke istananya. Pamannya yang jahat diusir dari istana. Si Bungsu pun kemudian mengajak keluarganya tinggal di istana. Tetapi dua kakaknya yang sirik menolak karena merasa malu akan perbuatannya.
Kemudian, si Ular n'Daung yang sudah selamanya menjadi Pangeran Alamsjah memboyong si Bungsu ke istananya. Pamannya yang jahat diusir dari istana. Si Bungsu pun kemudian mengajak keluarganya tinggal di istana. Tetapi dua kakaknya yang sirik menolak karena merasa malu akan perbuatannya.
(Diambil dan disarikan dari Abdul Hakim, Selusin Cerita Rakyat, Jakarta:C.V. Danau Singkarak, 1980, hal. 8-19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar