Tujuan suatu perkawinan bagi suku Rejang yang dikenal sebagai suku mayoritas di provinsi Bengkulu adalah :
-
Untuk mendapatkan teman hidup dan memperoleh keturunan, yang disebut Mesoa Kuat Temuun Juei,
juga untuk memenuhi kebutuhan biologis, hal dimaksudkan agar kaum muda
dapat terhindar dari perbuatan tercela, selain dari pada itu untuk
memperoleh status sosial ekonomi. Bagi suku Rejang bujang dan gadis
belum merupakan orang kaya ( coa ade kayo ne) oleh karena itu mereka
harus kawin, setelah kawin mereka akan bekerjasama untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan memupuk kekayaan bagi keluarga mereka
sendiri.
Suku
Rejang juga memiliki suatu pandangan mengenai perkawinan yang
diinginkan (ideal). Perkawinan seperti ini kebanyakan diukur dari
kondisi calon pengantin, baik laki maupun perempuan. Perempuan yang
baik untuk menjadi isteri apabila dia memenuhi berbagai persyaratan,
yang pada dasarnya menunjukkan perilaku yang baik dan pandai mengatur
rumah tangga. Persyaratan-persyaratan tersebut antara lain adalah :
baik tutur katanya; pandai mengatur halaman rumah dan bunga-bunga di
pekarangan; pandai menyusun/mengatur kayu api (semulung putung); bagus
bumbung airnya (lesat beluak bioa); dan mempunyai sifat pembersih.
Sedangkan bagi kaum laki-laki,
syarat-syarat yang harus dipenuhi menunjukkan bahwa ia adalah orang
yang berilmu-pengetahuan dan berketerampilan. Syarat-syarat bagi
laki-laki tersebut antara lain adalah : banyak ilmu batin dan pandai
bersilat; pandai menebas dan menebang kayu; pandai membuat alat senjata
dan alat-alat untuk bekerja.
Selain itu dalam adat suku Rejang juga diatur larangan untuk kawin
bagi anggota suku tersebut. Secara adat, orang Rejang dilarang kawin
dengan saudara dekat, sebaiknya perkawinan itu dilakukan dengan orang
lain (mok tun luyen). Perkawinan dengan saudara dekat dianggap
merupakan suatu perkawinan sumbang, yang mereka sebut Kimok
(memalukan/menggelikan). Perkawinan dengan sesama famili disebut kawin
Sepasuak dan perkawinan dengan saudara yang berasal dari moyang
bersaudara (semining) disebut Mecuak Kulak. Perkawinan Sepasuak dan Mecuak Kulak ini merupakan perkawinan yang dilarang,
namun demikian apabila tidak dapat dihindarkan maka mereka yang kawin
didenda secara adat berupa hewan peliharaan atau uang, denda seperti
ini disebut Mecuak Kobon.
Jenis perkawinan lainnya yang dilarang secara adat adalah perkawinan
antara seorang pria atau wanita dengan bekas isteri atau suami dari
saudaranya sendiri, apabila saudaranya tersebut masih hidup.
Bentuk-bentuk perkawinan dalam adat suku Rejang berhubungan erat
dengan peristiwa atau kejadian sebelum perkawinan tersebut
dilaksanakan. Bentuk-bentuk perkawinan tersebut adalah :
- Perkawinan biasa, yakni perkawinan antara pria dan wanita yang didahului dengan acara beasen (bermufakat) antara kedua belah pihak.
- Perkawinan sumbang,
yakni perkawinan yang dianggap memalukan. Misalnya karena sang gadis
telah berbuat hal-hal yang memalukan (komok) sehingga menimbulkan
celaan dari masyarakat atau perkawinan yang dilakukan oleh sesama
saudara dekat.
- Perkawinan ganti tikar
(Mengebalau), yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki yang
isterinya telah meninggal dengan saudara perempuan isterinya, atau
dengan perempuan yang berasal dari lingkungan keluarga isterinya yang
telah meninggal tersebut.
Upacara perkawinan dalam adat
suku rejang mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu upacara sebelum
perkawinan, upacara pelaksanaan perkawinan dan upacara setelah
perkawinan. Oleh sebab itu, perkawinan dalam suku Rejang terdiri dari :
a. Upacara sebelum perkawinan, yang terdiri dari :
-
1) Meletak Uang, yaitu upacara
pemberian uang atau barang emas yang dilakukan oleh kedua calon
mempelai di rumah si gadis, dengan disaksikan oleh keluarga kedua belah
pihak. Maksud upacara ini adalah memberi tanda ikatan bahwa bujang dan
gadis tersebut sudah sepakat untuk menikah.
-
2) Mengasen, yaitu meminang yang dilakukan di rumah keluarga si gadis.
-
3) Jemejai atau Semakup Asen,
yaitu upacara terakhir dalam peminangan yang merupakan pembulatan
kemufakatan antara kedua belah pihak. Tujuan upacara ini adalah untuk :
meresmikan atau mengumumkan kepada masyarakat bahwa bujang dan gadis
tersebut telah bertunangan dan akan segera menikah; mengantar uang
antaran (mas kawin), dan menyampaikan kepada Ketua Adat mengenai
kedudukan kedua mempelai itu nantinya setelah menikah.
b. Upacara Pelaksanaan Perkawinan, terdiri dari :
Upacara pelaksanaan perkawinan pada suku Rejang pada umumnya terdiri
dari dua macam upacara, yaitu Mengikeak dan kemudian diikuti dengan
Uleak. Mengikeak adalah upacara akad nikah dan upacara Uleak adalah
pesta keramaian perkawinan. Pelaksanaan Mengikeak biasanya dilaksanakan
di tempat pihak yang mengadakan Uleak, namun demikian berdasarkan
permufakatan bisa saja mengikeak dilaksanakan di rumah mempelai pria
dan Uleak dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Dalam permufakatan
adat hal seperti ini disebut : Mengikeak keme, uleak udi artinya
menikah kami merayakannya kamu.
c. Upacara Sesudah Perkawinan, terdiri dari :
Pada zaman sekarang berbagai upacara sesudah pelaksanaan perkawinan
tidak begitu diperhatikan lagi. Pada zaman dahulu setelah upacara
perkawinan, dilakukan pula berbagai upacara yaitu :
-
Mengembalikan alat-alat yang dipinjam dari anggota dan masyarakat dusun.
-
Pengantin mandi-mandian, melambangkan mandi terakhir bagi kedua mempelai dalam statusnya sebagai bujang (jejaka) dan gadis.
-
Doa selamat.
-
Cemucu Bioa, yaitu berziarah ke makam-makam para leluhur.
-
Adat Menetap Sesudah Perkawinan.
Apabila akad nikah dan upacara
perkawinan telah dilakukan, maka kedua mempelai itu telah terikat oleh
norma adat yang berlaku. Kebebasan bergaul seperti pada masa bujang dan
gadis hilang, dan berganti ke dalam ikatan keluarga di mana mereka
bertempat tinggal. Status tempat tinggal (Duduk Letok) mereka
ditentukan oleh hasil permufakatan yang telah diputuskan dalam upacara
Asen.
Bagi suku bangsa Rejang ada dua macam Asen, yakni Asen Beleket dan Asen Semendo. Asen Beleket
artinya mempelai perempuan masuk ke dalam keluarga pihak laki-laki,
baik tempat tinggalnya maupun sistem kekerabatannya. Asen Beleket
dibedakan lagi dalam dua macam Asen, yaitu Leket Putus dan Leket Coa Putus (tidak putus).
Pada Leket Putus, hubungan mempelai perempuan dengan pihak
keluarganya diputuskan sama sekali. mempelai perempuan tersebut
sepenuhnya menjadi hak keluarga pihak laki-laki. Apabila suaminya
meninggal terlebih dahulu, maka perempuan tersebut tetap tinggal di
lingkungan keluarga suaminya. Biasanya ia dinikahkan dengan saudara
suaminya atau sanak saudara suaminya yang lain, tanpa membayar uang
apa-apa dan ia tidak boleh menolak. Pada Leket Coa Putus hubungan
mempelai perempuan dengan keluarganya tidak terputus sama sekali.
Pada Asen Semendo terdapat banyak variasi. Pada mulanya Asen Semendo merupakan lawan atau kebalikan dari Asen Beleket, yakni :
-
Semendo Nyep Coa Binggur (hilang tidak terbatas), mempelai laki-laki masuk dan menjadi hak pihak keluarga perempuan sepenuhnya.
-
Semendo Nyep/Tunakep
(menangkap burung sedang terbang), mempelai laki-laki dianggap oleh
keluarga pihak perempuan sebagai seorang yang datang tidak membawa
apa-apa. Jika terjadi perceraian atau laki-laki tersebut meninggal
terlebih dahulu maka semua hak warisnya jatuh kepada isterinya.
-
Semendo Sementoro/Benggen
(berbatas waktu), mempelai laki-laki pada awal kehidupan berkeluarga
harus tinggal dalam lingkungan keluarga pihak mempelai perempuan,
setelah itu dia bersama isterinya dapat tinggal dalam lingkungan
keluarga asalnya atau membentuk lingkungan keluarganya sendiri.
-
Semendo Rajo-Rajo,
yaitu apabila kedua mempelai berasal dari dua keluarga yang sama kuat
atau sederajat. Kedudukan dan tempat tinggal kedua mempelai setelah
perkawinan diserahkan sepenuhnya kepada kedua mempelai untuk
memutuskannya.
Di
akhir tulisan terhatur permohonan maap kepada rang Tua suku Rejang yang
ada di provinsi Bengkulu, apabila ada yang tertinggal, karena tulisan
ini semata-mata hanya untuk melestarikan kegiatan adat istiadat yang
termaktub dalam upacara perkawinan suku Rejang. Kepada semua pihak yang
telah lebih dahulu menyajikan tulisan ini terucap kata Terima Kasih.
sumber : http://zipoer7.wordpress.com/2009/09/16/upacara-adat-pernikahan-suku-rejang-bengkulu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar